Pertemuan 5
A. Muhammad Arsyad
al-Banjari
1.
Biografi
Syekh Muhammad
Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang lahir di Lok Gabang, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan, 17
Maret 1710 – meninggal 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun) adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Beliau pengarang Kitab Sabilul
Muhtadin yang banyak
menjadi rujukan bagi para pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.
2. Silsilah keturunan
Beberapa
penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq, berpendapat bahwa ia merupakan
keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid
Mindanao.
Jalur nasabnya
ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan
Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash
Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar
(datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As
Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin
Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam
Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah
SAW.
3. Riwayat masa kecil
Diriwayatkan,
pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun
sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat,
diceritakan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya.
Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak
tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan
cucu Sultan.
4. Pendidikan
Muhammad Arsyad al-Banjari lahir pada malam Kamis, pukul 3.00 (waktu
sahur), 15 Safar 1122 H/17 Mac 1710 M, wafat pada 6 Syawal 1227 H/3 Oktober
1812 M. Pendidikannya ketika kecil tidak begitu jelas, tetapi pendidikannya
dilanjutkan ke Mekkah dan Madinah. Sangat populer bahwa beliau belajar di
Mekkah sekitar 30 tahun dan di Madinah sekitar 5 tahun. Sahabatnya yang paling
penting yang banyak disebut oleh hampir semua penulis ialah Syeikh `Abdus
Shamad al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi dan Syeikh Abdul
Wahhab Bugis, yang terakhir ini menjadi menantu beliau. Gurunya pula yang
banyak disebut ialah Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, Syeikh `Athaullah
dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Madani. Selama belajar di
Mekkah Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari tinggal di sebuah rumah
yang dibeli oleh Sultan Banjar. Rumah tersebut terletak di kampung Samiyah yang
disebut juga dengan Barhat Banjar. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan
kawan-kawannya selain belajar kepada ulama-ulama bangsa Arab, juga belajar
kepada ulama-ulama yang berasal dari dunia Melayu. Di antara guru mereka yang
berasal dari dunia Melayu ialah: Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok
al-Fathani, Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad
`Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, dan masih banyak
lagi.
5. Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat
pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian ia
dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut. Hasil perkawinan
tersebut ialah seorang putri yang diberi nama Syarifah.
Ketika istrinya mengandung anak yang pertama,
terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut
ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannya hasrat hatinya itu kepada
istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan
mereka yang masih muda, akhirnya isterinya mengabulkan niat suci suaminya dan
mendukung dalam meraih cita-citanya. Maka, setelah mendapat restu dari sultan
berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian air
mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh
terkemuka pada masa itu, di antara guru
beliau adalah:
a.
Syekh ‘Athoillah bin
Ahmad al-Mishry,
b.
al-Faqih Syekh Muhammad
bin Sulaiman al-Kurdi 3.
c.
al-‘Arif Billah Syekh
Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir merupakan guru
Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannya Muhammad Arsyad
melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan
sebagai khalifah.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu,
timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terkenang akan kesabaran dan
ketegaran istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penantiannya akan
berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya Martapura, pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.
Akan tetapi Sultan Tahlilullah yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian
oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah.
Sultan Tahmidullah yang pada saat itu memerintah Kesultanan Banjar, beliau sangat menaruh perhatian terhadap
perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat
kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama
"Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan
Banjar. Aktifitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk
menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga,
kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah
seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’.
6. Pengajaran dan bermasyarakat
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor
pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang
dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam
Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat
menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di
seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.
Di samping mendidik, beliau juga menulis
beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan
kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang
merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab pegangan pada waktu itu, tidak
hnaya di seluruh Kerajaan Banjar tetapi sampai ke seluruh Nusantara dan bahkan
dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar
Negara Brunai Darussalam.
7. Karya-karyanya
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling
terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal
Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya "Jalan bagi orang-orang
yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh
Muhammad Arsyad telah menulis untuk pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab
serta risalah lainnya, diantaranya:
a.
Kitab Ushuluddin yang
biasa disebut Kitab Sifat Dua puluh,
b.
Kitab Tuhfatur Raghibin,
yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
c.
Kitab Nuqtatul Ajlan,
yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
d.
Kitabul Fara-idl,
semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran
penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan
menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang,
bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, disebut Kitab Parukunan.
Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam
Kitab Kanzul-Makrifah.
Sudah menjadi tradisi kebanyakan ulama, ketika
mereka belajar dan mengajar di Mekkah, mereka juga menulis kitab di Mekkah.
Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun
dipercaya mengajar di Mekkah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar
sendiri. Beliau nampaknya lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat
kelahirannya sendiri yang seolah olah tanggungjawab rakyat Banjar berada
dipundaknya. Ketika pulang ke Banjar, beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun
segala macam bidang yang bersangkut paut dengan dakwah, pendidikan dan
pentadbiran Islam.
8. Peran Muhammad
Arsyad al-Banjari dalam perkembangan Islam di Indonesia
Di antara peran Muhammad
Arsyad al-Banjari:
a. Sebagai orang yang gigih dalam menuntut ilmu sampai ke Mekkah dan Madinah
b. Sebagai pengarang Kitab Sabilal
Muhtadin yang banyak menjadi
rujukan bagi banyak pemeluk
agama Islam di Asia
Tenggara.
c. Mensyiarkan Islam sampai ke
Asia Tenggara.
9.
Keteladanan yang dapat diambil dari Muhammad
Arsyad al-Banjari
Teladan
yang dapat diambil dari Muhammad Arsyad al-Banjari antara lain :
a. Semangat tinggi dalam menuntut ilmu.
b. Rajin dalam menulis buku
c. Mensyiarkan Islam sampai ke
Asia Tenggara.
Soal Latihan
1. Sebutkan kitab karya Syaikh Muhammad Arsyad
al-Banjari !
2. Bagaimana peran Syaikh Muhammad Arsyad
al-Banjari dalam perkembangan Islam di Indoensia ?
3. Sebutkan keteladanan yang dapat diambil dari Syaikh
Muhammad Arsyad al-Banjari !