Jumat, 31 Januari 2025

BAB V Walisanga dalam Dakwah Islam di Indonesia (Pertemuan 3)

                                      

Pertemuan 3

 

1.         Sunan Kalijaga

Nama asli Sunan Kalijaga  adalah Raden Mas Syahid, kadang juga dijuluki Syekh Malaya, Lokajaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Sebutan Kalijaga diyakini berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang berarti “pelaksana” dan “membersihkan”. Oleh masyarakat Jawa kata qadizaka sering disebut Kalijaga, yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kebersihan atau kesucian.

Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe.

Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan jauh, berpikiran tajam, intelek dan berasal dari suku Jawa asli. Dalam melaksanakan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak menetap di suatu daerah. Sistem dakwahnya intelek dan aktual. Banyak orang dari kalangan bangsawan dan cendikiawan menaruh hormat dan simpati terhadapnya. Dakwahnya dapat dan mudah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Sunan Kalijaga dikenal pula sebagai arsitek sistem pemerintahan Jawa yaitu kabupaten, yang pada masa kini telah diterapkan pula secara nasional.

Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga. Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.

 

Sunan Kali Jaga adalah pencipta lagu lir ilir dan gundul- gundul pacul. Beberapa muridnya yang terkenal adalah Sunan Bayat (Klaten), Sunan Geseng (Kediri), Syekh Jangkung (Pati) dan Ki Ageng Selo (Demak).

   Salah satu karyanya dalam seni batik yaitu batik bermotif burung. Sunan Kalijaga wafat pada pertengahan abad ke-15 dan dimakamkan di desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah

2.         Sunan Muria

Sunan Muria adalah putra dari Sunan Kalijaga dan ibunya bernama Dewi Saroh. Nama aslinya adalah Raden Umar Said atau Raden Said. Semasa kecil ia biasa dipanggil Raden Prawoto. Ia lebih dikenal dengan nama Sunan Muria, sebab pusat kegiatan dakwah ataupun makamnya terletak di Gunung Muria, yang berjarak sekitar 18 kilometer sebelah utara kota Kudus. Ciri khas Sunan Muria dalam menyiarkan Islam adalah menjadikan desa-desa terpencil sebagai medan dakwah Islamnya. Ia banyak bergaul dengan rakyat jelata atau rakyat kebanyakan dan memberikan kursus-kursus atau keterampilan kepada para petani, pedagang, nelayan ataupun elemen masyarakat kecil lainnya.

Sunan Muria juga sering kali dijadikan sebagai penengah dalam konflik internal di kesultanan Demak, karena dia mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusinya  itupun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang bersiteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti. Dia juga ikut andil dalam pendirian Masjid Demak. Menurut perkiraan, Sunan Muria wafat pada abad ke-16 dan dimakankan di bukit Muria, Kudus.

3.         Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau Fatahillah atau Falatehan, diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia  adalah salah  seorang dari Walisongo yang banyak berjasa dalam menyebarkan Islam di pulau Jawa, Khususnya di Jawa Barat. Ia dikenal sebagai pendiri kesultanan Cirebon dan Banten. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya walisongo yang memimpin pemerintahan.

Syarif Hidayatullah belajar agama Islam sejak kecil dan mulai mendalami ilmu agama secara intensif sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Dalam berdakwah ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infra struktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya hanya untuk menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Sunan Gunung Jati wafat tahun 1568 M dalam usia 120 tahun dan dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, Cirebon.

Selain nama wali yang sudah disebutkan di atas, umat Islam di Jawa juga mengenal nama-nama lain yang dianggap sebagai wali atau penyebar Islam, seperti: Sunan Sendang di Sendangduwur, Lamongan; Sunan Bayat di Klaten; Sayyid Sulaiman di Mojoagung, Jombang; dan masih banyak lagi. Karena itu sebutan Wali Songo mungkin merupakan julukan yang mengandung perlambang suatu dewan wali-wali, dengan mengambil angka  sembilan  yang  sebelum ada  pengaruh  Islam sudah  dipandang sebagai angka keramat. Angka sembilan ini juga dijadikan perlambang Nahdlatul Ulama untuk memberi kesan bahwa misi yang diperjuangkan oleh  para  ulama  merupakan  kelanjutan  dari  perjuangan  dakwah  Wali Songo

 

A.       Peran Walisanga dalam dakwah Islam di Indonesia

1.         Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan

Syekh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gresik mendirikan Pesantren di desa Gapura, Gresik, guna mendidik kader-kader pemimpin muslim yang andal. Sunan Ampel mendirikan Pesantren Ampel Denta. Di antara murid-muridnya adalah Raden Paku, Raden Fatah, Raden Makdum Ibrahim, Syarifuddin, serta Maulana Ishaq. Jejak dakwah Sunan Ampel bukan hanya di Surabaya dan ibu kota Majapahit, tetapi juga meluas sampai ke daerah Sukadana, Kalimantan. Dakwah awal Sunan Bonang dilakukan di Kediri yang menjadi pusat ajaran Bhairawa-Thantra dengan mendirikan masjid di daerah Singkal. Sunan Bonang terkenal sebagai tokoh yang piawai dalam berdakwah dan menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari fiqh, ushul fiqh, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian.

2.         Seni-Budaya

Seni dan budaya tertentu disesuaikan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini melalui proses asimilasi yang panjang sehingga melahirkan corak kesenian dan kebudayaan yang khas. Seni-budaya merupakan sarana komunikasi dan transformasi informasi kepada masyarakat sebagai sarana dakwah yang terbukti efektif.  Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama. Ia berdakwah di daerah Tuban dengan menggunakan media wayang dan gamelan sesuai dengan kegemaran orang Jawa.

Adapun Sunan Giri adalah pencipta permainan anak bernuansa religius, seperti jelungan, gending, jor gula, cublak-cublak suweng, serta lir-ilir. Sunan Drajat adalah pencipta tembang Jawa, yaitu Pangkur. Sementara itu, Sunan Kudus adalah pencipta gending Maskumambang dan Mijil. Kemudian, Sunan Muria sangat piawai menciptakan berbagai tembang cilik jenis Sinom dan Kinanthi yang berisi nasihat dan ajaran ketuhanan. Ia juga pandai menjadi dalang sebagaimana ayahnya (Sunan Kalijaga).

Sunan Kalijaga dianggap sangat berjasa dalam mengembangkan seni wayang purwa atau wayang kulit serta gamelan yang dimanfaatkan sebagai media dakwah Islam. Di samping itu, beliau juga mengembangkan seni suara, ukir, busana, pahat dan kesusastraan.

3.         Sosial Kemasyarakatan

Salah satu usaha dakwah dalam bidang sosial kemasyarakatan dilakukan Raden Rahmat atau Sunan Ampel yaitu membentuk jaringan kekerabatan melalui perkawinan para penyebar Islam dengan putri penguasa bawahan Majapahit. Dengan cara tersebut, ikatan kekerabatan di antara umat Islam semakin kuat, termasuk dirinya sendiri yang menikahi putri Arya Teja, Bupati Tuban. Ia juga membuat peraturan yang memuat nilai-nilai ajaran Islam untuk masyarakat, contohnya mo limo atau lima larangan (moh madon, moh ngombe, moh madat, moh main, moh maling). Adapun kelima larangan yang dimaksud meliputi dilarang berzina, minum minuman keras, mengisap candu, berjudi, serta mencuri.

Sunan Drajat adalah sosok yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat .golongan ekonomi lemah, yaitu fakir dan miskin. Beliau senantiasa mengutamakan kesejahteraan umat, memiliki empati, etos kerja tinggi, serta kedermawanan. Sunan Drajat berusaha gigih untuk menciptakan kemakmuran dengan cara menjalin solidaritas sosial dan kerja bakti.

Sunan Kudus dalam dakwahnya mengajarkan mengenai alat-alat kebutuhan rumah tangga, pertukangan, kerajinan emas, pandai besi, serta pembuatan pusaka. Beliau terkenal tegas dalam ilmu agama, tetapi tetap ramah dan toleran.

4.         Berbangsa dan Bernegara

Sunan Ampel termasuk perancang Kerajaan Islam Demak Bintoro yang beribu kota di Demak. Beliau sendiri berkedudukan sebagai bupati penguasa Surabaya menggantikan Arya Lembu Sura. Sunan Kalijaga mempunyai kedudukan yang tinggi di kerajaan Demak sebagai guru sekaligus penasihat utama Sultan. Beliau ahli dalam ilmu administrasi negara dan piawai dalam berstrategi. Syair lagu “Gundul-Gundul Pacul” merupakan wujud kritiknya terhadap kebijakan raja. Liriknya sederhana, tetapi sarat makna. Strategi dakwah yang dijalankan Sunan Gunung Jati adalah memperkuat kedaulatan politik. Beliau juga berusaha mempererat hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh.

Soal Latihan

1.    Sebutkan hasil karya atau cipta Sunan Kalijaga !

2.    Bagaimana peran Sunan Muria pada kerajaan Demak ?

3.    Bagaimana cara yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam mendekati rakyat ?

4.    Bagaimana peran Sunan Giri kaitannya dengan seni budaya ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB VII Biografi Tokoh Pendiri Organisasi Keagamaan di Indonesia (Uji Kompetensi)

  Uji Kompetensi 1 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada salah satu hurufa, b, c atau d pada ...