Pertemuan 3
1.
Sunan
Kalijaga
Nama asli Sunan Kalijaga adalah
Raden Mas Syahid, kadang juga dijuluki Syekh Malaya, Lokajaya, Pangeran Tuban
atau Raden Abdurrahman. Sebutan Kalijaga diyakini berasal dari rangkaian bahasa
Arab qadi zaka yang berarti “pelaksana” dan “membersihkan”. Oleh masyarakat
Jawa kata qadizaka sering disebut Kalijaga, yang berarti pemimpin atau
pelaksana yang menegakkan kebersihan atau kesucian.
Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban keturunan dari tokoh
pemberontak Majapahit, Ronggolawe.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar,
berpandangan jauh, berpikiran tajam, intelek dan berasal dari suku Jawa asli.
Dalam melaksanakan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak menetap di suatu daerah.
Sistem dakwahnya intelek dan aktual. Banyak orang dari kalangan bangsawan dan
cendikiawan menaruh hormat dan simpati terhadapnya. Dakwahnya dapat dan mudah
diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Sunan Kalijaga dikenal pula sebagai
arsitek sistem pemerintahan Jawa yaitu kabupaten, yang pada masa kini telah
diterapkan pula secara nasional.
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai
sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud,
Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa
Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan
Kalijaga. Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran,
Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan
Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
Sunan Kali Jaga adalah pencipta lagu lir ilir dan gundul- gundul pacul.
Beberapa muridnya yang terkenal adalah Sunan Bayat (Klaten), Sunan Geseng
(Kediri), Syekh Jangkung (Pati) dan Ki Ageng Selo (Demak).
Salah satu
karyanya dalam seni batik yaitu batik bermotif burung. Sunan Kalijaga wafat
pada pertengahan abad ke-15 dan dimakamkan di desa Kadilangu, Demak, Jawa
Tengah
2.
Sunan Muria
Sunan Muria adalah putra dari Sunan Kalijaga dan ibunya bernama Dewi
Saroh. Nama aslinya adalah Raden Umar Said atau Raden Said. Semasa kecil ia
biasa dipanggil Raden Prawoto. Ia lebih dikenal dengan nama Sunan Muria, sebab
pusat kegiatan dakwah ataupun makamnya terletak di Gunung Muria, yang berjarak
sekitar 18 kilometer sebelah utara kota Kudus. Ciri khas Sunan Muria dalam
menyiarkan Islam adalah menjadikan desa-desa terpencil sebagai medan dakwah
Islamnya. Ia banyak bergaul dengan rakyat jelata atau rakyat kebanyakan dan
memberikan kursus-kursus atau keterampilan kepada para petani, pedagang,
nelayan ataupun elemen masyarakat kecil lainnya.
Sunan Muria juga sering kali dijadikan sebagai penengah dalam konflik
internal di kesultanan Demak, karena dia mampu memecahkan berbagai masalah
betapapun rumitnya masalah itu. Solusinya
itupun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang bersiteru. Sunan
Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah
satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti. Dia juga ikut
andil dalam pendirian Masjid Demak. Menurut perkiraan, Sunan Muria wafat pada
abad ke-16 dan dimakankan di bukit Muria, Kudus.
3.
Sunan Gunung
Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau Fatahillah atau
Falatehan, diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara
Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah
Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari
Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari
para ulama Mesir. Ia adalah salah seorang dari Walisongo yang banyak berjasa
dalam menyebarkan Islam di pulau Jawa, Khususnya di Jawa Barat. Ia dikenal
sebagai pendiri kesultanan Cirebon dan Banten. Dengan demikian, Sunan Gunung
Jati adalah satu-satunya walisongo yang memimpin pemerintahan.
Syarif Hidayatullah belajar agama Islam sejak kecil dan mulai mendalami
ilmu agama secara intensif sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Dalam
berdakwah ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga
mendekati rakyat dengan membangun infra struktur berupa jalan-jalan yang
menghubungkan antar wilayah.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya hanya untuk
menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Sunan
Gunung Jati wafat tahun 1568 M dalam usia 120 tahun dan dimakamkan di daerah
Gunung Sembung, Gunung Jati, Cirebon.
Selain nama wali yang sudah disebutkan di atas, umat Islam di Jawa juga
mengenal nama-nama lain yang dianggap sebagai wali atau penyebar Islam,
seperti: Sunan Sendang di Sendangduwur, Lamongan; Sunan Bayat di Klaten; Sayyid
Sulaiman di Mojoagung, Jombang; dan masih banyak lagi. Karena itu sebutan Wali
Songo mungkin merupakan julukan yang mengandung perlambang suatu dewan
wali-wali, dengan mengambil angka
sembilan yang sebelum ada
pengaruh Islam sudah dipandang sebagai angka keramat. Angka
sembilan ini juga dijadikan perlambang Nahdlatul Ulama untuk memberi kesan
bahwa misi yang diperjuangkan oleh
para ulama merupakan
kelanjutan dari perjuangan
dakwah Wali Songo
A. Peran Walisanga dalam dakwah Islam
di Indonesia
1.
Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan
Syekh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gresik
mendirikan Pesantren di desa Gapura, Gresik, guna mendidik kader-kader pemimpin
muslim yang andal. Sunan Ampel mendirikan Pesantren Ampel Denta. Di antara
murid-muridnya adalah Raden Paku, Raden Fatah, Raden Makdum Ibrahim,
Syarifuddin, serta Maulana Ishaq. Jejak dakwah Sunan Ampel bukan hanya di
Surabaya dan ibu kota Majapahit, tetapi juga meluas sampai ke daerah Sukadana,
Kalimantan. Dakwah awal Sunan Bonang dilakukan di Kediri yang menjadi pusat
ajaran Bhairawa-Thantra dengan mendirikan masjid di daerah Singkal. Sunan
Bonang terkenal sebagai tokoh yang piawai dalam berdakwah dan menguasai
berbagai disiplin ilmu, mulai dari fiqh, ushul fiqh, ushuluddin, tasawuf, seni,
sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian.
2.
Seni-Budaya
Seni dan budaya tertentu disesuaikan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Hal
ini melalui proses asimilasi yang panjang sehingga melahirkan corak kesenian
dan kebudayaan yang khas. Seni-budaya merupakan sarana komunikasi dan
transformasi informasi kepada masyarakat sebagai sarana dakwah yang terbukti
efektif. Sunan Bonang dianggap sebagai
pencipta gending pertama. Ia berdakwah di daerah Tuban dengan menggunakan media
wayang dan gamelan sesuai dengan kegemaran orang Jawa.
Adapun Sunan Giri adalah pencipta permainan anak bernuansa religius,
seperti jelungan, gending, jor gula, cublak-cublak suweng, serta lir-ilir.
Sunan Drajat adalah pencipta tembang Jawa, yaitu Pangkur. Sementara itu, Sunan
Kudus adalah pencipta gending Maskumambang dan Mijil. Kemudian, Sunan Muria
sangat piawai menciptakan berbagai tembang cilik jenis Sinom dan Kinanthi yang
berisi nasihat dan ajaran ketuhanan. Ia juga pandai menjadi dalang sebagaimana
ayahnya (Sunan Kalijaga).
Sunan Kalijaga dianggap sangat berjasa dalam mengembangkan seni wayang
purwa atau wayang kulit serta gamelan yang dimanfaatkan sebagai media dakwah
Islam. Di samping itu, beliau juga mengembangkan seni suara, ukir, busana,
pahat dan kesusastraan.
3.
Sosial Kemasyarakatan
Salah satu usaha dakwah dalam bidang sosial kemasyarakatan dilakukan
Raden Rahmat atau Sunan Ampel yaitu membentuk jaringan kekerabatan melalui
perkawinan para penyebar Islam dengan putri penguasa bawahan Majapahit. Dengan
cara tersebut, ikatan kekerabatan di antara umat Islam semakin kuat, termasuk
dirinya sendiri yang menikahi putri Arya Teja, Bupati Tuban. Ia juga membuat
peraturan yang memuat nilai-nilai ajaran Islam untuk masyarakat, contohnya mo
limo atau lima larangan (moh madon, moh ngombe, moh madat, moh main, moh
maling). Adapun kelima larangan yang dimaksud meliputi dilarang berzina, minum
minuman keras, mengisap candu, berjudi, serta mencuri.
Sunan Drajat adalah sosok yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap
masyarakat .golongan ekonomi lemah, yaitu fakir dan miskin. Beliau senantiasa
mengutamakan kesejahteraan umat, memiliki empati, etos kerja tinggi, serta
kedermawanan. Sunan Drajat berusaha gigih untuk menciptakan kemakmuran dengan
cara menjalin solidaritas sosial dan kerja bakti.
Sunan Kudus dalam dakwahnya mengajarkan mengenai alat-alat kebutuhan
rumah tangga, pertukangan, kerajinan emas, pandai besi, serta pembuatan pusaka.
Beliau terkenal tegas dalam ilmu agama, tetapi tetap ramah dan toleran.
4.
Berbangsa dan Bernegara
Sunan Ampel termasuk perancang Kerajaan Islam Demak Bintoro yang beribu
kota di Demak. Beliau sendiri berkedudukan sebagai bupati penguasa Surabaya menggantikan
Arya Lembu Sura. Sunan Kalijaga mempunyai kedudukan yang tinggi di kerajaan
Demak sebagai guru sekaligus penasihat utama Sultan. Beliau ahli dalam ilmu
administrasi negara dan piawai dalam berstrategi. Syair lagu “Gundul-Gundul
Pacul” merupakan wujud kritiknya terhadap kebijakan raja. Liriknya sederhana,
tetapi sarat makna. Strategi dakwah yang dijalankan Sunan Gunung Jati adalah
memperkuat kedaulatan politik. Beliau juga berusaha mempererat hubungan dengan
tokoh-tokoh berpengaruh.
Soal Latihan
1.
Sebutkan hasil karya atau cipta Sunan Kalijaga !
2.
Bagaimana peran Sunan Muria pada kerajaan Demak ?
3.
Bagaimana cara yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam mendekati rakyat ?
4.
Bagaimana peran Sunan Giri kaitannya dengan seni budaya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar