Minggu, 19 Juni 2022

(72) Membayankan Gerakan Literasi dalam Kurikulum Merdeka

 


Membayankan Gerakan Literasi dalam Kurikulum Merdeka

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag (Guru SKI di MTsN 2 Garut)

Salah satu terobosan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Merdeka Belajar. Program ini menekankan “kefasihan membaca” sebagai elemen inti dari pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Kebijakan Pembelajaran Gratis secara eksplisit memasukkan (Program Penilaian Pelajar Internasional) PISA sebagai standar resmi, sehingga menjadikan gerakan literasi (Program Penilaian Pelajar Internasional) PISA sebagai standar utama. Apa bentuk khusus dari kebijakan pendidikan membaca dengan tujuan (Program Penilaian Pelajar Internasional) PISA?

Gerakan literasi adalah kegiatan yang menggunakan keterampilan kognitif dan linguistik untuk tujuan tertentu. Dalam menulis, seseorang melalui serangkaian proses membaca mulai dari memahami, menggunakan, mengevaluasi, hingga merenungkan teks. Proses akan  otomatis dimulai untuk peserta didik yang memenuhi syarat. Bagi mereka yang tidak membaca, mereka akan tersandung pada tahap membaca yang penting, yaitu kapasitas untuk menilai dan berefleksi. Hal ini penting karena untuk dapat unggul pada kedua kemampuan tersebut memerlukan pembelajaran yang terstruktur.

Puncak pemahaman membaca terjadi ketika peserta didik sendiri menikmati kegiatan membaca. Nilai membaca yang baik adalah peserta didik mengetahui kebutuhan apa yang dapat dipenuhi dengan  membaca: mencari informasi, hiburan, dan lain-lain. Gerakan literasi melepaskan potensi peserta didik untuk berpartisipasi dan berkontribusi aktif di berbagai bidang, termasuk sosial ekonomi.

Proses pendidikan bergantung pada keterampilan membaca dan kognitif. Budaya literasi di kalangan generasi muda mempengaruhi tingkat pencapaian pendidikan dan sosial. Tradisi membaca dan menulis harus terus berkembang. Perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi  yang terlalu cepat. Pertumbuhannya yang cepat seperti pedang bermata dua dengan dampak positif dan negatif. Jika melihat dampak negatif yang ditimbulkan, perkembangan yang membawa sejuta perubahan juga menjadi perhatian kita sebagai bangsa Indonesia. Kekhawatiran ini termasuk pengaruh globalisasi terhadap preferensi membaca di Indonesia.

Contoh sederhana yang penulis rasakan saat ini adalah kurangnya minat dan perhatian peserta didik terhadap budaya membaca. Fakta yang terjadi dan tidak bisa dipungkiri di sekolah adalah saat jam istirahat perpustakaan sekolah lebih sepi dari halaman sekolah. Pengunjung perpustakaan bisa dihitung dengan jari satu tangan.

Generasi sekarang mempunyai alasan mengapa buku bukan satu-satunya bahan bacaan. Remaja beranggapan bahwa  pengetahuan dapat diperoleh dan diakses dengan mudah melalui telepon genggam. Asumsi ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Memang, era digital ini membuat aktivitas yang kita lakukan tidak dapat dipisahkan dari perangkat kita. Namun sangat disayangkan beberapa pengguna gadget di Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik, sehingga banyak orang yang sibuk dengan media sosialnya dan terjebak dalam berbagai  aktivitas di dunia maya, meninggalkannya tanpa waktu terbaik harus dioptimalkan untuk pemutarannya.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran literasi dalam perbaikan sistem pendidikan dan penciptaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, salah satu upaya pemerintah adalah dengan menggalakkan budaya literasi (membaca dan menulis). Pemerintah melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 telah memahami pentingnya pengembangan karakter peserta didik melalui gerakan literasi 15 menit sebelum pelajaran dimulai. dan tulis). Bahkan saat ini  literasi  akan ditegaskan kembali  melalui kurikulum merdeka Tahun 2022. Penerapannya kini tidak terbatas pada membaca tetapi juga menulis. Diketahui dalam kurikulum 2022, peserta didik SMA harus lulus penulisan karya ilmiah sebagai salah satu satu-satunya syarat kelulusan.

Kebijakan di atas merupakan langkah awal yang positif dan baik dalam upaya mengembangkan gerakan literasi di negeri ini. Namun,  membaca dan menulis  tidak boleh dibatasi ruang dan waktu. Karena  yang terjadi di lapangan adalah  membaca dan menulis yang diakhiri dengan membaca 15 menit sebelum pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, banyak peserta didik yang masih menganggap  membaca dan menulis sebagai kewajiban di kelas, tetapi tidak menganggap membaca dan menulis sebagai suatu kebiasaan. Model ini harus diubah. Membaca  tidak lagi dianggap sebagai kewajiban tetapi suatu kebiasaan. Berikan ruang yang tepat, yang jika tidak makanakan mengarah pada pengetahuan minimal.

Keterampilan membaca pada dasarnya merupakan  kebutuhan utama di era globalisasi saat ini, terutama bagi generasi muda. Keterampilan membaca yang baik akan memudahkan seseorang dalam memahami berbagai konsep. Selain itu, kemampuan membaca yang baik juga akan mengembangkan kemampuan berpikir seseorang untuk memfasilitasi berpikir kritis. Pemahaman konseptual dan pemikiran kritis adalah dua kualitas penting dari  individu yang sukses. Selain itu, membaca juga membantu meningkatkan perbendaharaan kata, kemampuan berbahasa dan kemampuan berkomunikasi.

Selain kemampuan membaca, kemampuan menulis dalam dunia sastra juga sangat penting. Membaca dan menulis adalah dua hal yang terintegrasi. Bagi  yang tidak membudayakan gerakan membaca, akan sulit  menulis karena kedua faktor ini saling bergantung. Begitu juga dengan orang yang suka membaca  akan memudahkannya untuk menulis.

Menulis dapat melatih pembentukan karakter dan berpikir kritis. Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pikiran/gagasan dalam berbagai karakter. Penting untuk dipahami bahwa menulis bukanlah masalah bakat dan kemampuan. Tapi menulis adalah masalah tekad dan kemauan. Siapapun bisa menjadi penulis jika mau dan berusaha membiasakan diri dengan pekerjaan menulis. Penulis pernah menerima nasihat berharga dari salah satu pegiat literasi. Dia berkata "Menulislah setiap hari dan tunggulah apa yang akan terjadi". Pada dasarnya, keterampilan menulis hanya dapat diperoleh jika seseorang terbiasa menulis. Mereka yang tidak terbiasa menulis  tidak akan bisa menjadi penulis yang baik.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar proses pendidikan bergantung pada keterampilan dan kesadaran literasi. Budaya literasi di kalangan generasi muda mempengaruhi tingkat keberhasilan baik secara akademis maupun sosial. Oleh karena itu, tradisi membaca dan menulis harus terus ditumbuhkan dengan syarat melalui membaca kemajuan pendidikan akan semakin cepat.

Melalui kegiatan menulis, ide, gagasan dan pengetahuan akan terus berkembang. Kebiasaan membaca dan menulis harus terus dipupuk di sekolah-sekolah sebagai setting pendidikan di Indonesia. Dalam pembentukan gerakan membaca dan menulis harus ada kesepahaman dan sinergi antara guru dan peserta didik. Guru harus mampu menjadi contoh dan motivasi untuk mengajarkan literasi kepada peserta didik khususnya di sekolah. Guru juga harus terbiasa dengan teks dan menjadi sumber inspirasi bagi peserta didik melalui karya nyata. Dengan demikian, gerakan literasi dapat menjadi wadah pencapaian pendidikan yang maju dan sumber daya manusia yang berkualitas.

 

 

 

Daftar Pustaka

Khotimah, K., & Sa’dijah, C. (2018). Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan3(11), 1488-1498.

Rahayu, T. (2016). Penumbuhan budi pekerti melalui gerakan literasi sekolah.

Rohman, S. (2017). Membangun budaya membaca pada anak melalui program gerakan literasi sekolah. TERAMPIL: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar4(1), 151-174.

Wandasari, Y. (2017). Implementasi gerakan literasi sekolah (GLS) sebagai pembentuk pendidikan berkarakter. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan)2(2), 325-342.

Wiedarti, P., Laksono, K., & Retnaningsih, P. (2018). Desain induk gerakan literasi sekolah.

 

Biodata

Nurul Jubaedah lahir di Garut, 19 Mei 1978. Mengajar di MTsN 2 Garut. Pendidikan  : D1 Akuntansi (1995), S1 PAI UNIGA ( 2001), S1 Bahasa Inggris STKIP Siliwangi Cimahi (2007), S2 PAI UIN SGD Bandung (2012). Prestasi : Pembimbing KIR : Membimbing 27 judul Karya Ilmiah Remaja kategori sosial budaya, menghantarkan peserta didik juara 1,2,3, dan harapan 1 kategori Sejarah, Geografi, dan Ekonomi (tingkat Provinsi), juara harapan 1 dan 2 (tingkat Nasional)  (Juli 2019-September 2021), guru berprestasi tahap 1 di GTK Madrasah (2021), lolos tahap 3 AKMI KSKK Madrasah (Februari 2022). Karya : 3 buku solo, 20 buku  antologi (Januari-April 2022). Memiliki 540 konten pendidikan di canal youtube dan 80 artikel (Oktober 2021-Juni 2022). Blog http://nuruljubaedah6.blogspot.com/. Instagram (nj_78). Email :  nuruljubaedah6@gmail.com. Whatsapp : 081322292789.

4 komentar:

  1. Balasan
    1. Terima kasih banyak atas kunjungannya salam literasi

      Hapus
  2. Sangat mengisnpirasi .... Mari kita sadar akan gerakan literasi, apalagi di kalangan akademisi. Guru sebagai poros kegiatan tersebut, untuk menumbuhkan keinginan dan kemauan peserta didik..
    Salam literasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak atas kunjungannya salam literasi bapak

      Hapus

BAB VII Biografi Tokoh Pendiri Organisasi Keagamaan di Indonesia (Uji Kompetensi)

  Uji Kompetensi 1 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada salah satu hurufa, b, c atau d pada ...