Membayankan Gerakan Literasi dalam Kurikulum
Merdeka
Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag (Guru SKI di MTsN 2 Garut)
Salah satu
terobosan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah
Merdeka Belajar. Program ini menekankan “kefasihan membaca” sebagai elemen inti
dari pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Kebijakan Pembelajaran Gratis
secara eksplisit memasukkan (Program Penilaian Pelajar
Internasional) PISA sebagai standar resmi, sehingga menjadikan gerakan
literasi (Program Penilaian Pelajar Internasional) PISA sebagai standar utama.
Apa bentuk khusus dari kebijakan pendidikan membaca dengan tujuan (Program
Penilaian Pelajar Internasional) PISA?
Gerakan literasi
adalah kegiatan yang menggunakan keterampilan kognitif dan linguistik untuk
tujuan tertentu. Dalam menulis, seseorang melalui serangkaian proses membaca
mulai dari memahami, menggunakan, mengevaluasi, hingga merenungkan teks. Proses
akan otomatis dimulai untuk peserta
didik yang memenuhi syarat. Bagi mereka yang tidak membaca, mereka akan
tersandung pada tahap membaca yang penting, yaitu kapasitas untuk menilai dan
berefleksi. Hal ini penting karena untuk dapat unggul pada kedua kemampuan
tersebut memerlukan pembelajaran yang terstruktur.
Puncak pemahaman
membaca terjadi ketika peserta didik sendiri menikmati kegiatan membaca. Nilai
membaca yang baik adalah peserta didik mengetahui kebutuhan apa yang dapat
dipenuhi dengan membaca: mencari
informasi, hiburan, dan lain-lain. Gerakan literasi melepaskan potensi peserta
didik untuk berpartisipasi dan berkontribusi aktif di berbagai bidang, termasuk
sosial ekonomi.
Proses
pendidikan bergantung pada keterampilan membaca dan kognitif. Budaya literasi
di kalangan generasi muda mempengaruhi tingkat pencapaian pendidikan dan
sosial. Tradisi membaca dan menulis harus terus berkembang. Perkembangan dunia
teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi yang terlalu cepat. Pertumbuhannya yang cepat
seperti pedang bermata dua dengan dampak positif dan negatif. Jika melihat
dampak negatif yang ditimbulkan, perkembangan yang membawa sejuta perubahan
juga menjadi perhatian kita sebagai bangsa Indonesia. Kekhawatiran ini termasuk
pengaruh globalisasi terhadap preferensi membaca di Indonesia.
Contoh sederhana yang penulis rasakan saat
ini adalah kurangnya minat dan perhatian peserta didik terhadap budaya membaca.
Fakta yang terjadi dan tidak bisa dipungkiri di sekolah adalah saat jam
istirahat perpustakaan sekolah lebih sepi dari halaman sekolah. Pengunjung
perpustakaan bisa dihitung dengan jari satu tangan.
Generasi
sekarang mempunyai alasan mengapa buku bukan satu-satunya bahan
bacaan. Remaja beranggapan bahwa
pengetahuan dapat diperoleh dan diakses dengan mudah melalui telepon
genggam. Asumsi ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Memang, era digital ini
membuat aktivitas yang kita lakukan tidak dapat dipisahkan dari perangkat kita.
Namun sangat disayangkan beberapa pengguna gadget di Indonesia tidak dapat
memanfaatkannya dengan baik, sehingga banyak orang yang sibuk dengan media
sosialnya dan terjebak dalam berbagai
aktivitas di dunia maya, meninggalkannya tanpa waktu terbaik harus
dioptimalkan untuk pemutarannya.
Dalam
rangka meningkatkan kesadaran literasi dalam perbaikan sistem pendidikan dan
penciptaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, salah satu upaya pemerintah
adalah dengan menggalakkan budaya literasi (membaca dan menulis). Pemerintah
melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 telah memahami pentingnya pengembangan
karakter peserta didik melalui gerakan literasi 15 menit sebelum pelajaran dimulai. dan
tulis). Bahkan saat ini literasi akan ditegaskan kembali melalui kurikulum merdeka Tahun 2022. Penerapannya kini tidak terbatas pada
membaca tetapi juga menulis. Diketahui dalam kurikulum 2022, peserta didik SMA
harus lulus penulisan karya ilmiah sebagai salah satu satu-satunya syarat
kelulusan.
Kebijakan
di atas merupakan langkah awal yang positif dan baik dalam upaya mengembangkan
gerakan literasi di negeri ini. Namun,
membaca dan menulis tidak boleh
dibatasi ruang dan waktu. Karena yang
terjadi di lapangan adalah membaca dan
menulis yang diakhiri dengan membaca 15 menit sebelum pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, banyak peserta didik
yang masih menganggap membaca dan
menulis sebagai kewajiban di kelas, tetapi tidak menganggap membaca dan menulis
sebagai suatu kebiasaan. Model ini harus diubah. Membaca
tidak lagi dianggap sebagai kewajiban tetapi suatu kebiasaan. Berikan ruang yang tepat, yang jika tidak makanakan mengarah pada pengetahuan minimal.
Keterampilan
membaca pada dasarnya merupakan
kebutuhan utama di era globalisasi saat ini, terutama bagi generasi
muda. Keterampilan membaca yang baik akan memudahkan seseorang dalam memahami
berbagai konsep. Selain itu, kemampuan membaca yang baik juga akan
mengembangkan kemampuan berpikir seseorang untuk memfasilitasi berpikir kritis.
Pemahaman konseptual dan pemikiran kritis adalah dua kualitas penting dari individu yang sukses. Selain itu, membaca
juga membantu meningkatkan perbendaharaan kata, kemampuan berbahasa dan
kemampuan berkomunikasi.
Selain
kemampuan membaca, kemampuan menulis dalam dunia sastra juga sangat penting.
Membaca dan menulis adalah dua hal yang terintegrasi. Bagi
yang tidak membudayakan gerakan membaca, akan sulit menulis karena kedua faktor ini saling
bergantung. Begitu juga dengan orang yang suka membaca akan memudahkannya untuk menulis.
Menulis
dapat melatih pembentukan karakter
dan berpikir kritis. Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan pikiran/gagasan dalam berbagai karakter. Penting untuk dipahami
bahwa menulis bukanlah masalah bakat dan kemampuan. Tapi menulis adalah masalah
tekad dan kemauan. Siapapun bisa menjadi penulis jika mau dan berusaha
membiasakan diri dengan pekerjaan menulis. Penulis pernah menerima nasihat
berharga dari salah satu pegiat literasi. Dia berkata "Menulislah setiap hari
dan tunggulah apa yang akan terjadi". Pada dasarnya, keterampilan menulis hanya dapat diperoleh jika
seseorang terbiasa menulis. Mereka yang tidak terbiasa menulis tidak akan bisa menjadi penulis yang baik.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar proses pendidikan
bergantung pada keterampilan dan kesadaran literasi. Budaya literasi di
kalangan generasi muda mempengaruhi tingkat keberhasilan baik secara akademis
maupun sosial. Oleh karena itu, tradisi membaca dan menulis harus terus
ditumbuhkan dengan syarat melalui membaca kemajuan pendidikan akan semakin
cepat.
Melalui
kegiatan menulis, ide, gagasan dan pengetahuan akan terus berkembang. Kebiasaan
membaca dan menulis harus terus dipupuk di sekolah-sekolah sebagai setting
pendidikan di Indonesia. Dalam pembentukan gerakan membaca dan menulis harus
ada kesepahaman dan sinergi antara guru dan peserta didik. Guru harus mampu
menjadi contoh dan motivasi untuk mengajarkan literasi kepada peserta didik
khususnya di sekolah. Guru juga harus terbiasa dengan teks dan menjadi sumber
inspirasi bagi peserta didik melalui karya nyata. Dengan demikian, gerakan
literasi dapat menjadi wadah pencapaian pendidikan yang maju dan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Daftar Pustaka
Khotimah, K., & Sa’dijah, C. (2018). Pelaksanaan Gerakan
Literasi Sekolah. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, 3(11), 1488-1498.
Rahayu, T. (2016). Penumbuhan budi pekerti melalui gerakan
literasi sekolah.
Rohman, S. (2017). Membangun budaya membaca pada anak melalui
program gerakan literasi sekolah. TERAMPIL: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar, 4(1), 151-174.
Wandasari, Y. (2017). Implementasi gerakan literasi sekolah
(GLS) sebagai pembentuk pendidikan berkarakter. JMKSP (Jurnal
Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan), 2(2),
325-342.
Wiedarti, P., Laksono, K., & Retnaningsih, P. (2018).
Desain induk gerakan literasi sekolah.
Biodata
Nurul
Jubaedah lahir di Garut, 19 Mei 1978. Mengajar di MTsN 2 Garut. Pendidikan : D1 Akuntansi (1995), S1 PAI UNIGA ( 2001),
S1 Bahasa Inggris STKIP Siliwangi Cimahi (2007), S2 PAI UIN SGD Bandung (2012).
Prestasi : Pembimbing KIR : Membimbing 27 judul Karya Ilmiah
Remaja kategori sosial budaya, menghantarkan peserta didik juara 1,2,3, dan
harapan 1 kategori Sejarah, Geografi, dan Ekonomi (tingkat Provinsi),
juara harapan 1 dan 2 (tingkat Nasional) (Juli 2019-September 2021), guru
berprestasi tahap 1 di GTK Madrasah (2021), lolos tahap 3 AKMI KSKK Madrasah
(Februari 2022). Karya : 3 buku solo, 20 buku antologi (Januari-April 2022).
Memiliki 540 konten pendidikan di canal youtube dan 80 artikel (Oktober 2021-Juni 2022). Blog :
http://nuruljubaedah6.blogspot.com/. Instagram
(nj_78). Email
: nuruljubaedah6@gmail.com.
Whatsapp : 081322292789.
Bermanfaat
BalasHapusTerima kasih banyak atas kunjungannya salam literasi
HapusSangat mengisnpirasi .... Mari kita sadar akan gerakan literasi, apalagi di kalangan akademisi. Guru sebagai poros kegiatan tersebut, untuk menumbuhkan keinginan dan kemauan peserta didik..
BalasHapusSalam literasi
Terima kasih banyak atas kunjungannya salam literasi bapak
Hapus